Perjalanan belanja online terus berubah. Sejak transaksi e-commerce pertama pada 1994, dunia belanja digital berkembang pesat. Kini, faktor yang mendorong perubahan terbesar adalah conversational commerce penggunaan aplikasi pesan untuk membangun interaksi lebih personal dengan pelanggan.
Dengan 4 dari 5 konsumen berbelanja melalui ponsel dan 87% pengguna smartphone aktif di aplikasi pesan seperti WhatsApp atau Messenger, peluang bagi bisnis sangat besar. Oleh karena itu, online retailer mulai memanfaatkan tren ini untuk meningkatkan Customer Experience.
Dari E-Commerce ke Conversational Commerce
Daftar Isi
Perubahan ini tidak berarti e-commerce hilang, melainkan berkembang. Data menunjukkan 83% pelanggan pernah menghubungi bisnis melalui pesan, dan 75% di antaranya langsung melakukan pembelian.
Sebagai contoh, WhatsApp dan WeChat kini memungkinkan transaksi langsung dalam aplikasi. Facebook juga menemukan bahwa 65% pembeli lebih suka bertransaksi dengan brand yang bisa mereka hubungi lewat pesan. Akibatnya, Customer Experience bergeser menuju interaksi instan dan personal.
Omnichannel Experience yang Konsisten
Pelanggan ingin berinteraksi di channel apa pun yang mereka pilih. Mereka juga ingin berpindah channel tanpa harus mengulang percakapan. Dengan demikian, bisnis perlu menghadirkan pengalaman omnichannel yang konsisten.
Contoh, beberapa bisnis menghubungkan Twitter, Instagram, iOS, Android, dan web dalam satu platform. Pizza Hut pun memungkinkan pelanggan memesan lewat aplikasi pesan populer. Hasilnya, pelanggan merasa lebih mudah dan puas karena pengalaman belanja menjadi seamless.
Pengalaman Belanja Lebih Kaya dan Interaktif
Conversational commerce tidak hanya memudahkan, tetapi juga membuat belanja lebih interaktif. Retailer kini bisa menawarkan rekomendasi produk langsung dalam percakapan.
Sebagai contoh, brand fashion memungkinkan pelanggan berkonsultasi dengan stylist virtual. Stylist tersebut dapat mengirimkan carousel produk sehingga pelanggan bisa memilih dan membeli tanpa keluar dari aplikasi. Dengan cara ini, proses belanja menjadi lebih cepat dan menyenangkan, yang pada akhirnya meningkatkan Customer Experience.
Peran AI dan Chatbot dalam Customer Experience
Teknologi seperti AI dan chatbot semakin memperkuat conversational commerce. Gartner memperkirakan 70% interaksi pelanggan akan melibatkan chatbot, machine learning, atau voice assistant.
Contoh nyatanya adalah Sephora yang menggunakan Virtual Artist App. Pelanggan bisa mencoba produk secara virtual, lalu memesan lewat Alexa atau Google Home. H&M juga menghadirkan bot yang memahami intent pelanggan, bahkan menghubungkan mereka ke stylist manusia bila diperlukan.
Dengan pendekatan ini, Customer Experience menjadi lebih personal, cepat, dan relevan.
Baca juga tentang Kenapa Zendesk Semakin Populer di Kalangan Bisnis Indonesia?
Dari Layanan Reaktif ke Proaktif
Menurut laporan Zendesk, 85% pelanggan ingin menerima komunikasi proaktif, seperti notifikasi status pesanan atau pengingat produk baru. Menariknya, 90% perusahaan bersedia berbisnis dengan brand yang aktif mengirimkan pesan berbasis event.
Amazon sudah mempraktikkan hal ini dengan memberi update status pesanan secara otomatis. Akibatnya, pelanggan merasa lebih diperhatikan. Selain itu, komunikasi proaktif membantu meningkatkan loyalitas sekaligus menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik.
Era Baru Customer Experience
Conversational commerce bukan sekadar tren, melainkan arah baru e-commerce. Tingkat kepuasan pelanggan melalui pesan tercatat 98%, lebih tinggi dibandingkan telepon atau live chat tradisional.
Dengan strategi yang tepat, bisnis dapat memanfaatkan conversational commerce untuk menciptakan Customer Experience yang lebih cepat, personal, dan menyenangkan.
📞 (+62) 878 8880 3822
🌐 Website Saasten
Instagram: @saastentechnologies
YouTube: Saasten Technologies
LinkedIn: Saasten Technologies